Monday, May 19, 2008

Emphatic Communication


Bagi Anda yang pernah belajar 7 Habit of Highly Effective People pasti pernah melihat gambar ini. Gambar ini adalah klasifikasi mendengarkan. Cara-cara orang mendengarkan dibagi menjadi 5 level.

Level yang pertama adalah Neglecting atau mengabaikan. Ini adalah level terendah dalam klasifikasi mendengarkan yang artinya orang itu terlihat sama sekali tidak mau mendengarkan kita. Misalnya memandang ke arah lain, sambil sms-an atau main-mainin ha pe, atau tiba-tiba menyelimurkan (hehe.. bahasa jawa nih) ke hal-hal lain. Misalnya kita lagi asik-asiknya bercerita tentang interview kerjaan yang kita barusan lalui, terus di tengah-tengah kita cerita tiba-tiba lawan bicara kita motong: "Eh, ada restoran baru nih, kayanya enak lho..." Errmmm... gondok kan digituin?

Level yang kedua adalah Pretending atau berpura-pura mendengarkan. Biasanya kita pura-pura mendengarkan karena meskipun kita tidak suka pada topik pembicaraannya, tapi kita terpaksa mendengarkan karena ada rasa tidak enak pada lawan bicara kita. Misalnya lawan bicara kita adalah bos kita, orang tua kita, atau orang-orang lain yang kita segani maka kita terpaksa pura-pura mendengarkan walaupun dalam hati kita ingin pembicaraan ini segera berakhir. Atau bisa juga hal ini terjadi karena topiknya ini sama sekali tidak ada kegunaannya untuk kita (What's In It For Me=0), jadi kita malas untuk mendengarkan.
Level yang ketiga adalah Selective atau hanya hal-hal tertentu saja yang mau didengarkan, sementara hal-hal yang tidak disukai tidak mau didengarkan. Orang-orang yang melakukan selective listening ini akan menanggapi dengan semangat hal-hal yang disukainya, tapi akan mengabaikan atau hanya pura-pura mendengarkan hal-hal yang tidak disukainya. Rasanya sebagian besar orang secara disadari atau tidak melakukan praktek selective listening ini.
Level yang keempat adalah Sympatic atau mendengarkan dengan penuh perhatian. Mendengarkan secara simpatik rasanya sudah cukup baik untuk dipraktekkan. Tapi saat kita benar-benar ingin didengarkan, kita akan merasa bahwa didengar secara simpatik saja tidak cukup. Kita perlu yang namanya didengarkan secara Empatik. Orang yang mendengar secara simpatik, meskipun mendengar dengan penuh perhatian, tapi mengartikan pembicaraan menggunakan sudut pandang sendiri. Sedangkan orang yang mendengar secara empatik menggunakan sudut pandang orang yang diajak bicara.
Contoh yang sering digunakan adalah contoh seorang pasien yang datang ke Dokter Mata.
Pasien: Dokter, mata saya kabur ni kalo buat liat.
Dokter: Oooooh, ni pake kaca mata saya aja. Saya sudah 10 tahun pake kaca mata ini dan kelihatan jelaaassss banget!
Kalo kita baca cerita ini, kita bilang dokter itu dodol banget ya. Ga mungkin ada kejadian seperti itu dan ga mungkin kita melakukan hal seperti itu. Tapi kenyataannya lain, saat kita mendengarkan orang lain kita cenderung memakai sudut pandang kita sendiri. Penelitian mengatakan bahwa: "Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah untuk didengarkan, tapi manusia cenderung untuk menjawab, bukan mendengarkan." Jadi kita cenderung berusaha menjawab dan mengomentari orang dengan pendapat atau pengalaman kita sendiri. Hal itulah yang dinamakan otobiografik respon. Orang yang melakukan otobiografik respon akan merespon atau mengomentari orang lain dengan: menasihati, menyelidiki, menafsirkan, atau menilai kata-kata orang lain sesuai pengalamannya sendiri.
Contoh autobiografik respon seperti ini:
Si A: Gila, tadi macet banget di Jalan Panjang. Banyak banget pohon tumbang, terus tiang listrik juga ada yang roboh. Gue 3 jam ga gerak sama sekali! Padahal gue lagi buru-buru mau ke rumah sakit, nyokap gue dirawat di Graha Medika.
Si B: Ahh, itu mah ga seberapa...Dulu gue malah lebih parah, sampe 12 jam ga gerak sama sekali.
Cerita semacam ini pasti pernah kan Anda alami? Saat teman kita bercerita, kita bukannya berusaha ber-empati dengan keadaannya, tapi malah menceritakan pengalaman kita sendiri. Atau orang belum selesai cerita, kita sudah berasumsi dan men-judge sesuai pengalaman yang pernah kita alami, diteruskan dengan memberi nasihat kepada orang tersebut. Taukah Anda bahwa seringkali saat seseorang bercerita, dia hanya butuh DIDENGARKAN titik! Tidak lebih dari itu. Saat kita menasihati atau mengomentari, hal itu bahkan membuat seseorang merasa tidak didengarkan.
Terus terang berdasarkan pengalamanku, makhluk yang paling tidak empatik dalam mendengarkan adalah pria. Makanya ada buku yang judulnya "Why Men Don't Listen and Women Can't Read Map". Apa memang sudah kodratnya ya, pria itu susah untuk berempati? Dalam hidupku aku ketemu banyak pria yang mendengar secara tidak empatik. Tapi ada juga si pria-pria empatik, misalnya atasan-atasanku saat ini. Mereka adalah orang yang sudah belajar tentang empatik listening dan mempraktekkannya. Contohnya lagi-lagi saat aku menghadapi FX Hadi yang susah menerima pendapat orang lain. Pada saat si Hadi itu berkata bahwa dia sudah membuat outline sesuai kemauan kita, sementara kita merasa outline dia sangat tidak sistematis dan terlalu general, atasanku berkata: "Ya sudah katakan saja mungkin saya yang salah mengkomunikasikan, sehingga dia tidak bisa menangkap dengan baik". Saat itu respekku terhadap atasanku benar-benar semakin bertambah besar. Inilah yang namanya mendengarkan secara empatik. Dia sangat memahami bahwa FX Hadi itu tidak mau disalahkan dan tidak mau menerima masukan, jadi kita dalam berkomunikasi harus merendahkan diri untuk meninggikan mutu. Ada juga seorang laki-laki yang automatically emphatic padaku yaitu papaku. Papaku adalah orang yang karakternya mirip banget sama karakterku, jadi saat aku bercerita padanya dia berpikir dan merasakan sesuatu hampir sama dengan apa yang ada di pikiran dan perasaanku. Jadi, kalau aku bercerita pada dia, pesannya cepet nyampe dan komentar-komentar dia pun betul-betul hal-hal yang ingin kudengar.
Buatku, didengarkan secara empatik adalah hal yang sangat menyenangkan dan mengharukan. Apalagi setelah kita mengetahui teori-teori tentang emphatic listening. Saat orang melakukan sesuatu yang tidak empatik, pikiran kita bisa protes karena tidak setuju dengan caranya itu. Tapi saat seseorang mendengarkan dan berkomunikasi secara empatik, rasakanlah dan nikmatilah betapa emphatic communication itu adalah hal yang sangat berharga dalam kehidupan ini.

No comments: