Sunday, March 16, 2008

Adaptive vs. Plin Plan

Kalau aku diminta untuk mendefinisikan tentang diri sendiri aku selalu bilang bahwa aku adalah orang yang adaptive. Aku merasa adaptive karena aku sangat mudah menyesuaikan diri dengan berbagai tipe orang, berbagai suasana, berbagai kebudayaan, berbagai kebiasaan, berbagai rasa makanan, dsb. Hal buruknya adalah aku terlalu cepat menyatu dengan keadaan yang ada sehingga tidak terpikir untuk melakukan improvement.

Tapi ada hal buruk lagi yang sering aku rasakan yaitu aku merasa sebagai orang yang plin plan. Aku sering merasa indifferent terhadap sesuatu. Misalnya aku melihat seorang cowok itu biasa-biasa saja, tapi setelah beberapa teman bilang bahwa dia ganteng, aku baru mengamat-amatinya kembali dan sering kali jadi setuju kalau memang dia ganteng. Hal yang sama berlaku untuk makanan. Aku jarang sekali bisa mengidentifikasikan suatu makanan itu enak atau tidak enak pada cicipan pertama dan tanpa diganggu oleh pendapat-pendapat orang lain.

Aku seringkali bingung apa yang melandasiku menjadi orang yang indifferent seperti itu. Lalu aku kembali lagi ke latar belakang keluargaku. Mamaku adalah orang yang sangat dominan di keluargaku. Dia yang selalu mengambil keputusan untuk aku maupun untuk papaku dan untuk semua kebutuhan dalam keluarga kami. Bahkan untuk menentukan makan dimana pun papaku sudah malas untuk berpendapat karena akhirnya pendapat mamaku lah yang selalu dijalankan. Ya, memang latar belakang keluarga itu adalah salah satu faktor yang tidak bisa atau susah untuk dikontrol. Kalau kata Steven Covey itu adanya di lingkaran kepedulian dan bukan lingkaran pengaruh.

Saat ini aku sudah berkeluarga dan banyak mengambil keputusan sendiri dan aku sangat merasakan kadar indifferentku sudah sangat berkurang. Thanks God finally I found seleraku sebenernya seperti apa, valuesku sebenarnya apa saja, dan hal itu langsung aku list di excel untuk mengingatkan dan meneguhkanku lagi.

Analisa tentang seperti apa diriku dan apa yang melatarbelakanginya sering aku lakukan belakangan ini. Training PRH (personalite et relatione humaines) menurutku adalah salah satu training yang cukup bagus untuk menggali hakikat diri kita yang sebenarnya untuk menjadi landasan kita berkembang menjadi lebih baik. Ya, tentu saja selain khotbah-khotbah di gereja. Kedua hal itu meskipun saat dijalani sangat membosankan, tapi ternyata bisa menumbuhkan kebijaksanaan dalam hidup ini.

No comments: