Hidup kita dapat dimetaforkan sebagai sebuah gelas. Pada
saat kejadian yang baik menimpa kita, maka gelas itu akan terisi, sedangkan
kalau kejadian buruk yang terjadi maka hal tersebut akan mengeringkan / drain
gelas kita. Pada saat gelas kita penuh atau bahkan berlimpah, sangat mudah bagi
kita untuk berbagi pada orang lain, sangat mudah untuk tersenyum, bekerja
dengan semangat, dan melakukan segala hal. Namun pada saat gelas kita hanya
sedikit isinya atau bahkan kosong, kita cenderung untuk minta “DI-“ oleh orang
lain: diperhatikan, diberi, dikasihani, dibantu, dkk.
Alkitab dalam Yoh 4:14 mengatakan “tetapi
barangsiapa minum air yang akan
Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus l untuk selama-lamanya.
Sebaliknya air yang akan Kuberikan
kepadanya, akan menjadi mata air
m di dalam dirinya, yang terus-menerus
memancar sampai kepada hidup yang kekal”. Dari ayat ini dapat dikatakan bahwa
pada saat kita percaya kepada Tuhan Yesus, makan dalam hati kita akan terus
memancar mata air yang tidak pernah kering. Sadarkah kita akan hal ini?
Seringkali hidup kita masih sering dipengaruhi oleh keadaan di sekitar kita.
Kita bukan menjadi pengaruh, tapi malah menjadi korban dari lingkungan. Jadi
saat keadaan menjadi buruk, kita juga berubah menjadi buruk, mengasihani diri
sendiri, minta dikasihani orang lain, jadi tidak semangat melakukan pekerjaan
kita dll. Padahal di dalam hati kita ada sumber mata air. Kita tidak perlu
minta dikasihani orang lain, justru seharusnya kelimpahan kita memberi kasih
kepada orang lain.
Sebetulnya hal ini sangat terkait dengan mentalitas kita atau cara berpikir kita. Apakah kita memiliki mentalitas Anak Raja yaitu abundance mentality, sehingga kita tidak pernah merasa kering dan minta dikasihani? Atau kita memiliki mental selalu berkekurangan atau scarcity mentality yang menyebabkan kita boro-boro memberi pada orang lain, kita sendiri merasa kekurangan dan ingin selalu dibantu dan dikasihani.
Let’s become a proactive people yang menjadi pengaruh bagi lingkungan kita dan bukan menjadi korban/objek dari kondisi lingkungan di sekitar kita.
Let’s become a proactive people yang menjadi pengaruh bagi lingkungan kita dan bukan menjadi korban/objek dari kondisi lingkungan di sekitar kita.
No comments:
Post a Comment