Hari ini aku mendapatkan sesuatu yang insightful dari Cosmopolitan FM. Topik hari ini adalah bahwa kita bertanggung jawab untuk segala hal yang terjadi pada diri kita.
Kejadian pertama disebutkan bahwa jika kita menyetir mobil, lalu karena lampu merah menyala kita dengan patuh berhenti sebelum tanda garis di traffic light tersebut. Eh, beberapa detik kemudian ada mobil yang dengan seenak udelnya menabrak kita dari belakang. Nah, apakah itu sepenuhnya tanggung jawab dari orang yang menabrak kita? Jawabannya adalah 'tidak'. Karena kita juga bertanggung jawab bagaimana kita bisa berada di tempat itu. Kita bertanggung jawab karena kita ada di tempat itu berdasarkan keputusan kita. Kita memutuskan untuk keluar dari rumah, menyetir mobil, dan mengambil jalan tersebut. Kita memutuskan untuk berhenti dengan patuhnya di lampu merah tersebut. Berarti kebereadaan kita di situ adalah tanggung jawab kita. Toh orang yang menabrak itu juga tidak berharap bahwa dia akan menabrak kita.
Kejadian kedua, kalau kita tidak puas akan sesuatu hal. Kita tidak puas karena harapan kita lebih tinggi dari kenyataan yang kita terima. Nah, salah kita juga kenapa kita punya harapan yang tinggi. Jadi saat kita kecewa pada seseorang atau suatu kejadian, kita juga bertanggung jawab pada kekecewaan tersebut.
Kejadian seperti ini juga berlaku dalam tanggung jawab yang lebih besar lagi saat hal ini berhubungan dengan pekerjaan kita dan juga pernikahan kita. Hal-hal yang membuat kita kecewa dengan pekerjaan atau pernikahan itu adalah tanggung jawab kita sendiri. Kalau hal itu berhubungan dengan pekerjaan, berarti kita harus mereview lagi tentang harapan kita dan mengapa harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan yang kita terima. Kalu kita bisa menurunkan harapan atau ekspektasi kita atau kita bisa memperbaiki supaya orang atau keadaan bisa menjadi sesuai ekspektasi kita, maka lakukanlah supaya kita bisa bekerja dengan gembira dan menghasilkan kinerja yang optimal. Namun jika kita tidak bisa melakukan hal itu, ya cari saja pekerjaan yang lain yang bisa memenuhi ekspektasi kita.
Lain lagi kalau hubungannya dengan pernikahan. Kalau kita kecewa dengan pasangan kita, mau tidak mau kita harus menerima keadaan tersebut. Aku mengibaratkan masuk ke pernikahan itu seperti kita masuk ke pesawat dan terbang bersamanya. Pesawat itu baru landing kalau kita sudah mencapai tujuan bersama. Di atas udara kita tidak bisa memutuskan untuk quit. Dalam hal ini kalau pasangan kita tidak sesuai dengan harapan kita, yang perlu kita lakukan adalah forgive and accept. Ungkapan "forgive and accept" itu buatku bener banget. Kita tidak bisa forgive and forget, karena semakin kita berusaha melupakan sesuatu, semakin kita akan ingat tentang sesuatu itu. Misalnya: "Jangan sekali-sekali ya, pokoknya jangan sekali-sekali kamu memikirkan tentang Gajah yang warnanya pink." Pasti kita malah jadi memikirkan gajah warna pink. Lagi pula kalau itu hubungannya sama pasangan yang kita temui tiap hari, masa kita mau mencoba melupakan dia sementara dia ada di depan kita tiap hari dan belum tentu dia bisa berubah menjadi sesuatu yang kita harapkan. Ga mungkin banget kan... Jadi forgive & accept, itu udah hal yang paling bener untuk kita bisa menghadapi sesuatu atau seseorang dan menerimanya apa adanya dengan gembira dan lapang dada.
Thanks to Cosmo & anonymous speaker I heard this morning...
No comments:
Post a Comment