Wednesday, November 26, 2008

Sense of Belonging

Sense of Belonging atau rasa memiliki ternyata adalah sesuatu yang sangat penting dan perlu untuk ditumbuhkembangkan dalam sebuah organisasi. Mengapa? Karena Sense of Belonging ini dapat menimbulkan berbagai dampak positif, seperti misalnya: menambah rasa tanggung jawab, meningkatkan efisiensi perusahaan, dan menumbuhkan kecenderungan Advocacy atau pembelaan terhadap suatu organsasi.

1. Menambah Rasa Tanggung Jawab
Contohnya seperti ini. Misalnya kita mempunyai sebuah dokumen yang harus ditandatangani oleh seorang Bos di perusahaan kita, dan ternyata Bos tersebut sedang di luar kota selama 1 minggu. Kalau kita menyuruh seorang OB untuk tugas ini, kemungkinan besar dia akan mengembalikan dokumen itu kepada kita dan mission failed. Atau dia tinggalkan saja pada sekretarisnya si Bos dengan tidak mengetahui bahwa si Bos sebetulnya sedang pergi ke luar kota. Akibatnya, dokumen tersebut jadi terlantar selama 1 minggu. Nah, beda halnya kalau kita sendiri yang melakukan tugas ini, dimana kita memiliki kepentingan yang sangat besar supaya dokumen tersebut bisa segera ditanda tangani. Kita akan mengusahakan segala daya upaya supaya dokumen itu ditandatangani, entah oleh wakilnya si Bos, atau minta si Bos untuk mengirim email bahwa dia sudah meng-approve dokumen tersebut.
Hal itu adalah contoh ekstrim dimana OB bisa dikatakan Sense of Belongingnya terhadap tugas tersebut sangat minim, sementara kita punya Sense of Belonging yang sangat besar sehingga kita berusaha mempertanggungjawabkan tugas tersebut dengan segala cara dan usaha yang bisa kita lakukan. Nah, terbukti kan kalau Sense of Belonging itu bisa meningkatkan tanggung jawab seseorang.
Ide ini timbul dalam benakku karena aku berada dalam sebuah divisi yang sifatnya centralized. Bisa dikatakan semua inisiatif yang ada di divisi ini berasal dari atasanku. Tentunya hal tersebut tidak timbul dengan sendirinya, tapi timbul karena ketidakpercayaan atasanku pada anak-anak buahnya, sehingga dia memilih untuk memborong semua tanggung jawab sendirian. Apa akibatnya?
- Anak buah yang disuruh melakukan suatu tugas merasa dirinya seperti seorang “kuli” atau OB, karena dia tidak diberitahu apa latar belakangnya dia harus melakukan tugas itu dan kalau dia salah kenapa dikatakan salah.
- Rasa tanggung jawab para anak buah menjadi semakin rendah, sehingga beban atasanku menjadi semakin berat.
- Pada saat atasanku membanggakan bahwa divisi kita lebih baik dari divisi training lainnya, dan bahwa kita menjadi benchmark untuk perusahaan kita di Negara-negara lain, teman-temanku tidak ikut bangga karena mereka merasa tidak contribute sesuatu. Kasarnya mereka akan bilang, “Kita? Lo aja kali!”
Selama ini meeting yang diadakan di divisiku sebagian besar berisi update dari atasanku, dan bukan berupa diskusi. Begitu juga saat kita melakukan planning session untuk merencanakan project-project yang akan dilakukan di tahun depan. Project-project tersebut sudah ditentukan oleh atasanku, termasuk siapa saja orang yang terlibat di dalamnya. Dan, orang-orang tersebut “dipaksa” untuk menentukan aktifitas apa saja yang akan dilakukan untuk mendukung keberhasilan project tersebut. Bisa ditebak, pada akhirnya sebagian besar project tidak terlaksana sesuai planning.
Nah, saat aku berdiskusi dengan atasanku, dia dengan bangganya mengatakan: “Nanti saat workshop (planning session), saya akan umumkan project-project yang akan kita lakukan di tahun 2009.” Dia mengatakan itu dengan bangga seolah-olah dia telah menemukan banyak ide improvement untuk divisi ini.
Thanks God aku pernah bekerja di sebuah perusahaan yang punya Management System yang sangat bagus. Waktu itu kita selalu memiliki sessi yang dinamakan pre-planning cycle yang melibatkan seluruh anggota divisi, dimana kita bersama-sama menentukan project-project mana yang perlu dilakukan di tahun depan, dan bagaimana prioritas dari masing-masing project tersebut, sesuai arahan strategi dan visi yang diberikan oleh President Director dan di-cascade kepada semua divisi.
Jadi aku menyarankan adanya pre-planning session / pre-workshop yang melibatkan seluruh anggota divisi, supaya saat kita memutuskan untuk mengerjakan project-project tertentu, itu adalah kesepakatan dari semua anggota, dan mereka lebih punya background dan Sense of Belonging terhadap project tersebut. I’m sure tingkat keberhasilan project bisa lebih meningkat dengan cara ini.
Atasanku menerima dengan baik saran ini. Meskipun aku tidak tahu saran ini akan diimplementasikan atau tidak, namun setidaknya aku telah belajar sesuatu dari ke-tidak idealan yang terjadi di organisasiku.

2. Meningkatkan Efisiensi Perusahaan
Jika kita memiliki Sense of Belonging terhadap perusahaan, kita akan berusaha menghemat supaya perusahaan ini bisa meningkat keuntungannya. Misalnya yang paling simple adalah ATK (alat tulis kantor). Kalau tidak dibatasi, pasti kita akan menghambur-hamburkan ATK itu baik untuk kepentingan kantor maupun pribadi. Contohnya kertas bekas. Kalau kita bisa mendapat supply kertas baru setiap saat, maka kertas bekas menjadi barang yang tidak berharga lagi dan akhirnya akan dibuang. Di divisiku supply kertas baru sangat terbatas, sehingga kita terpaksa memanfaatkan setiap lembar kertas bekas yang ada. Tapi kalau orang memiliki Sense of Belonging, meskipun tersedia supply ATK yang berlimpah, tetap dia akan berusaha berhemat dan tidak menggunakan ATK untuk kepentingan pribadi. Kalau ada banyak orang yang seperti ini, maka akan berdampak pada efisiensi yang cukup besar bagi perusahaan.
Hal ini tidak hanya berlaku untuk penggunaan ATK, tapi juga penggunaan printer, lampu-lampu, AC, dan barang-barang lainnya di kantor. Kalau kita merasa kantor itu seperti rumah kita sendiri, pasti kita akan mematikan barang elektronik yang memang sudah tidak digunakan lagi. So, jelas bukan bahwa Sense of Belonging itu bisa meningkatkan efisiensi perusahaan.

3. Menumbuhkan Advocacy
Saat kita memiliki Sense of Belonging yang tinggi terhadap sesuatu, kita akan berusaha untuk membela sesuatu tersebut mati-matian. Misalnya seseorang akan membela anaknya mati-matian meskipun sudah jelas anaknya itu bersalah. Ya iya lah, orang anaknya sendiri. Sama halnya dengan perusahaan, kalau kita punya rasa memiliki terhadap perusahaan, kita akan membela perusahaan tersebut di depan orang lain. Misalnya saja aku pernah menulis di blog ini bahwa FX Hadi pernah mengatakan perusahaanku adalah perusahaan kacangan, ya jelas aku tidak terima dan berusaha membela perusahaanku. Terus ada issue bahwa perusahaanku akan dibeli oleh perusahaan competitor, kita semua berusaha menemukan bukti-bukti bahwa hal itu salah. Dan ternyata perusahaan kita punya asset sebesar 50x dari perusahaan competitor tersebut, sehingga kita mencibir abis ke perusahaan tersebut. Memiliki karyawan dengan Sense of Belonging yang tinggi sangat menguntungkan perusahaan karena hal itu membantu untuk mendongkrak Image dari perusahaan tersebut.

2 comments:

Upi... said...

waduh! Gw kok jadi tersindir yah? Pasalnya materi in class CBT-nya belum ada progress sama sekali. Tapi suer low, gw dah ngimel ke pak boss untuk minta waktu diskusinya...tapi ga da response gt deh..trus2, gw-nya diem aja, hehe(tetep ga menunjukkan sense of belonging yak!?)

Herlina Tanujaya said...

kalo ngerasa tersindir ya bagus lah, kikikik.. ga deng..
menurut gw si rendahnya sense of belonging di kantor kita itu 80% bukan dari kesalahan anak buah kok. it means... (lanjutin sendiri yak!)