Monday, June 1, 2009

Tanggung Jawab dan Kebebasan

Pemikiran ini timbul saat aku ngobrol dengan salah seorang saudaraku di suatu acara.
Dia mengisahkan tentang anaknya yang bernama Marco.
Guru: Anak-anak, siapa di antara kalian yang hanya boleh main games (Nintendo, PSP, dkk) hari Sabtu saja?
(separuh kelas angkat tangan)
Guru: Ok. Sekarang, siapa yang boleh main games hari Sabtu dan Minggu?
(separuh kelas yang lain angkat tangan)
Guru: Bagus. Nah sekarang, siapa yang boleh main games kapan pun tanpa dibatasi oleh orang tuanya?
(hanya si Marco sendiri yang mengangkat tangan)
Guru itu menjadi heran karena selama ini Marco memiliki nilai-nilai yang cukup bagus. Kalau ada PR pun selalu dikerjakan dengan baik.
Menurut saudaraku, dengan diberikan kebebasan, si Marco malah jadi semakin bertambah tanggung jawabnya. Karena dibebaskan main games kapanpun, saat main games paling dia menghabiskan waktu setengah sampai 1 jam, toh besok-besok bisa main lagi. Tidak seperti anak lain yang karena cuma boleh main games di hari Sabtu, maka Sabtu adalah full time hari untuk main games, dan mereka jadi susah diajak jalan-jalan keluar oleh orang tuanya.
Paling untuk memotivasi Marco, dia menggunakan keseimbangan reward dan konsekuensi, seperti misalnya, kalau sampai nilai-nilainya jelek, maka PS akan ditarik dan Marco tidak boleh main games lagi untuk seterusnya.
Hmm... I definitely agree dengan cara mendidik seperti ini.

Ilustrasi kedua adalah bagaimana memperlakukan pembantu di rumah kita.
1. Di rumah ortuku pembantu selalu menjadi orang yang dicurigai. Jadi, prinsip dari ortuku semakin mereka diberi kebebasan, mereka akan jadi ngelunjak dan banyak kesempatan untuk melakukan hal-hal negatif seperti bersantai-santai, mencuri, dkk. Akibatnya, ortuku jadi kerepotan sendiri. Mereka harus ekstra ketat mengontrol semua aktivitas pembantu, dan kalau ada suatu masalah para pembantu langsung terkena prinsip praduga bersalah. Hmm... ga nyaman juga kan hidup begitu. Untungnya ortuku punya cukup banyak waktu untuk mengontrol semua kegiatan pembantu di rumah. Tapi sebenernya dalam kondisi sekarang aku tidak menyalahkan mereka si, karena memang pembantu di rumah ortuku itu parah banget. Udah melakukan suatu hal puluhan kali masih sering salah-salah dan lupa-lupa juga. Tapi ortuku tetap mempertahankan pembantuku yang sekarang ini, soalnya kriteria mereka dalam memilih pembantu: biar bodo asal jujur.
2. Di rumahku, aku punya pembantu yang super rajin. Selalu terlihat bekerja non-stop di setiap kesempatan. Yang motong rumput lah, ngecat tembok lah, nguras kolam lah, sampai meng'kolot' sela-sela ubin lantai. Selain rajin, mereja juga terbukti jujur. So, aku mempercayakan banyak tanggung jawab di rumah kepada mereka. Dan, saat aku memerintahkan suatu tugas, aku bisa tinggal tenang karena yakin bahwa mereka pasti melakukan sesuai perintah. Selain itu aku tidak perlu kawatir kunci sana sini karena mereka bisa dipercaya. Jadi prinisipku, perlakukan para pembantu dengan baik, berikan semua hak-hak mereka, dan percayailah mereka, maka mereka akan melakukan segalanya dengan baik. Itu sudah terbukti dengan para pembantuku yang bukan saja loyal, tapi mereka tambah rajin dan kreatif. Coba aja, mereka bukan cuma membuat rumah menjadi bersih dan nyaman, tapi juga mempercantik rumahku. Vas bunga diisi dengan bunga-bunga kreatif hasil hand made mereka atau hasil dari kebunku, terus lap tangan juga dilipat dengan kreatif dan indah, selain itu mereka juga jadi hairstylist dari boneka yang ada di kamarku. Kadang rambut bonekaku dimodel punk, kadang diponi, kadang dijambul.. pokoknya mereka jadi kreatif deh...

Kalau aku melihat kembali kedua kejadian itu, memang kita tidak bisa membenarkan atau menyalahkan salah satunya. Karena bagaimana kita memperlakukan seseorang harus disesuaikan dengan karakter dan kematangan dari orang tersebut. Yah, seperti prinsip dalam situational leadership lah. Kalau anak buah kita memang secara kemampuan dan karakter sudah bagus, ya kita bisa melepas dia dan memberikan extra tanggung jawab. Tapi kalau kemampuan dan atau karakternya masih lemah, ya terpaksa kita kontrol dengan ketat.

Hal itu sangat applicable kalau kita membicarakan tentang pembantu atau anak buah yang datang kepada kita sudah dengan membawa kemampuan dan karakternya masing-masing, dan mereka punya 'obligasi' kepada kita karena kita adalah orang yang menilai performance mereka. Tapi kalau untuk anak-anak kita, wah aku ga yakin semudah itu. Mereka datang ke dunia ini dalam kondisi yang masih 'kosong'. Yah, meskipun masing-masing secara genetik sudah punya bawaannya sendiri-sendiri. Tapi orang tua memiliki andil besar dalam menentukan karakter anak-anak kita. Seberapa besar kontrol dan kebebasan yang kita berikan harus diseimbangkan, disesuaikan dengan kesiapan mereka dan tahap-tahap pertumbuhan yang mereka alami.

Well, gutluk for every parents & managers.

1 comment:

Yenny Sigalingging said...

bener tuh her, kalo yang kemampuan dan karakternya masih lemah, harap di kontrol dengan ketat, hehehe.. karena kalo ngga santai terus nantinya.. hehehehe..